Hasil kajian riset Kelompok Studi Perdesaan Universitas Indonesia menemukan bahwa "Intrusi kapitalisme* yang kian mendalam adalah salah satu faktor paling utama mengapa koperasi di Indonesia belum bisa berkembang dengan baik "Dan juga ditambah dengan berkembangnya demokrasi liberal di Indonesia,kata anggota peneliti Kelompok Studi Perdesaan Universitas Indonesia Nia Elvina, M.Si di Jakarta, Sabtu.
Memberikan ulasan berkaitan dengan Hari Koperasi ke-65 Tahun 2012, ia mengemukakan kondisi "mati suri"-nya koperasi tersebut menyebabkan lunturnya atau lemahnya rasa solidaritas dan kesadaran akan harga diri yang merupakan basis utama berdirinya koperasi yang baik.
Ia mengatakan bahwa dalam situasi semacam Itu, orang lebih cenderung mengutamakan kepentingan pribadi dan merasa terlepas dari ikatan masyarakat.
"Partisipasi masyarakat untuk memperjuangkan dan membela kepentingan bersama Itu mengalami degradasi yang sangat tajam" katanya.
Kemudian, hal yang paling utama juga yakni basis dari struktur sosial masyarakat yang sangat lemah. Misalnya untuk petani tanah merupakan basis struktur mereka, tetapi kebanyakan petani merupakan buruh tam atau landless (tidak memiliki tanah), sehingga mereka tidak mempunyai faktor produksi (mode of production).
Bagaimana mereka bisa membentuk koperasi jika resources mereka tidak punya," katanya.
"Begitu juga dengan nelayan, jika mereka tidak mempunyai kapal yang mumpuni sebagai alat tangkap mereka. Kapal bagi nelayan mereka basis struktur sosial mereka, tambah Nia Elvina, yang Juga Sekretaris Program Ilmu Sosiologi Universitas Nasional (Unas) Jakarta.
Sedangkan faktor yang terakhir, kata dia, adalah kebijakan pemerintah seharusnya sinergis jika mereka sungguh-sungguh ingin memajukan perekonomian masyarakat Indonesia khususnya kelas bawah.
Ia mengatakan, dulu dikenal kementerian yang menangani masalah perekonomian masyarakat dengan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Perdesaan. Kemudian ada Menteri Distribusi, Menteri Produksi. "Sebenarnya, kadang-kadang para pengambil kebijakan di negara kita ini sangat sering a-historis, sehingga lebih senang mengimpor kebijakan dari luar ketimbang menggali dari sejarah dan masyarakat kita sendiri," katanya.
Sementara itu, puncak peringatan Hari Koperasi Nasional Ke-65 dipusatkan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (12/7), dihadiri Wapres Boediono. Saat itu. Menteri Negara Koperasi dan UKM Syarifuddin Hasan mengaku optimistis, dengan semangat gerakan koperasi, pada 2012, pertumbuhan angka koperasi seluruh Indonesia akan mencapai diatas 200 ribu unit. "Semua itu karena adanya gerakan masyarakat sadar koperasi yang menjadi program prioritas Kemenkop dan UKM bekerja sama dengan Dekopin serta arahan presiden bahwa koperasi akan meningkat apabila gerakan revitalisasi selalu dilakukan" kata Syarifuddin.
Namun ia menyadari, untuk mencapai keberhasilan tersebut, banyak hal-hal yang perlu dilakukan pembenahan, antara lain pengawasan operasional koperasi, peningkatan kualitas koperasi, penyalahgunaan nama koperasi untuk kepentingan pribadi dan masih adanya koperasi yang tidak aktif.
Diharapkan ke depan, ucapnya, dengan adanya pengawasandan peningkatan kualitas koperasi menjadi prioritas utama melalui program nasional skala besar koperasi, yaitu pengembangan koperasi berskala besar di setiap provinsi harus terdapat tiga unit koperasi berskala nasional.
Memasuki tahun ketiga RPJM 2009-2014, jumlah koperasi di Indonesia semakin meningkat yakni pada 2009 sebanyak 170.411 unit. Pada 2010 sebesar 177.482 unit, 2011 telah mencapai 188.181 unit dan sampai dengan pertengahan tahun 2012 ini, sudah mencapai 192.443 unit dengan jumlah anggota sebanyak 33.687.417 orang.
"Namun saya menyadari masih terdapat banyak koperasi yang tidak aktif. Untuk itu melalui Gemaskop, kita harus mendorong agar koperasi-koperasi yang tidak aktif tersebut segera bangkit aktif untuk menggapai kemakmuran," tuturnya.
Sumber: Harian Ekonomi Neraca
Ia mengatakan bahwa dalam situasi semacam Itu, orang lebih cenderung mengutamakan kepentingan pribadi dan merasa terlepas dari ikatan masyarakat.
"Partisipasi masyarakat untuk memperjuangkan dan membela kepentingan bersama Itu mengalami degradasi yang sangat tajam" katanya.
Kemudian, hal yang paling utama juga yakni basis dari struktur sosial masyarakat yang sangat lemah. Misalnya untuk petani tanah merupakan basis struktur mereka, tetapi kebanyakan petani merupakan buruh tam atau landless (tidak memiliki tanah), sehingga mereka tidak mempunyai faktor produksi (mode of production).
Bagaimana mereka bisa membentuk koperasi jika resources mereka tidak punya," katanya.
"Begitu juga dengan nelayan, jika mereka tidak mempunyai kapal yang mumpuni sebagai alat tangkap mereka. Kapal bagi nelayan mereka basis struktur sosial mereka, tambah Nia Elvina, yang Juga Sekretaris Program Ilmu Sosiologi Universitas Nasional (Unas) Jakarta.
Sedangkan faktor yang terakhir, kata dia, adalah kebijakan pemerintah seharusnya sinergis jika mereka sungguh-sungguh ingin memajukan perekonomian masyarakat Indonesia khususnya kelas bawah.
Ia mengatakan, dulu dikenal kementerian yang menangani masalah perekonomian masyarakat dengan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Perdesaan. Kemudian ada Menteri Distribusi, Menteri Produksi. "Sebenarnya, kadang-kadang para pengambil kebijakan di negara kita ini sangat sering a-historis, sehingga lebih senang mengimpor kebijakan dari luar ketimbang menggali dari sejarah dan masyarakat kita sendiri," katanya.
Sementara itu, puncak peringatan Hari Koperasi Nasional Ke-65 dipusatkan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (12/7), dihadiri Wapres Boediono. Saat itu. Menteri Negara Koperasi dan UKM Syarifuddin Hasan mengaku optimistis, dengan semangat gerakan koperasi, pada 2012, pertumbuhan angka koperasi seluruh Indonesia akan mencapai diatas 200 ribu unit. "Semua itu karena adanya gerakan masyarakat sadar koperasi yang menjadi program prioritas Kemenkop dan UKM bekerja sama dengan Dekopin serta arahan presiden bahwa koperasi akan meningkat apabila gerakan revitalisasi selalu dilakukan" kata Syarifuddin.
Namun ia menyadari, untuk mencapai keberhasilan tersebut, banyak hal-hal yang perlu dilakukan pembenahan, antara lain pengawasan operasional koperasi, peningkatan kualitas koperasi, penyalahgunaan nama koperasi untuk kepentingan pribadi dan masih adanya koperasi yang tidak aktif.
Diharapkan ke depan, ucapnya, dengan adanya pengawasandan peningkatan kualitas koperasi menjadi prioritas utama melalui program nasional skala besar koperasi, yaitu pengembangan koperasi berskala besar di setiap provinsi harus terdapat tiga unit koperasi berskala nasional.
Memasuki tahun ketiga RPJM 2009-2014, jumlah koperasi di Indonesia semakin meningkat yakni pada 2009 sebanyak 170.411 unit. Pada 2010 sebesar 177.482 unit, 2011 telah mencapai 188.181 unit dan sampai dengan pertengahan tahun 2012 ini, sudah mencapai 192.443 unit dengan jumlah anggota sebanyak 33.687.417 orang.
"Namun saya menyadari masih terdapat banyak koperasi yang tidak aktif. Untuk itu melalui Gemaskop, kita harus mendorong agar koperasi-koperasi yang tidak aktif tersebut segera bangkit aktif untuk menggapai kemakmuran," tuturnya.
Sumber: Harian Ekonomi Neraca